1. Motivasi
Motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya..Tiga elemen utama dalam
definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y
Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi
dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai
apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda
dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali
disamakan dengan semangat,
seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi
yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan
anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada
perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama
dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait
dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak
menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan
dengan arah yang menguntungkan organisasi..Sebaliknya
elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama
seseorang dapat mempertahankan usahanya.
v pentingnya
motivasi
Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan
seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu
muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi
menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan
sesuatu.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.
Banyak dari kita yang mempunyai keinginan dan ambisi
besar, tapi kurang mempunyai inisiatif dan kemauan untuk mengambil langkah
untuk mencapainya. Ini menunjukkan kurangnya enrgi pendorong dari dalam diri
kita sendiri atau kurang motivasi.
Motivasi akan menguatkan ambisi, meningkatkan inisiatif dan akan membantu dalam mengarahkan energi kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Dengan motivasi yang benar kita akan semakin mendekati keinginan kita.
Biasanya motivasi akan besar, bila orang tersebut mempunyai visi jelas dari apa yang diinginkan. Ia mempunyai gambaran mental yang jelas dari kondisi yang diinginkan dan mempunyai keinginan besar untuk mencapainya. Motivasilah yang akan membuat dirinya melangkah maju dan mengambil langkah selanjutnya untuk merealisasikan apa yang diinginkannya.
Lakukan apapun dalam pengembangan diri anda dengan motivasi, baik itu karir, hubungan, spiritual, pekerjaan, menulis, memasak, membeli rumah, mendapatkan pacar, mengajar anak atau apapun. Motivasi ini akan ada, bila ada visi yang jelas dari apa yang anda akan lakukan, mengetahui apa yang akan anda lakukan dan percaya akan kekuatan yang ada pada anda sendiri. Ia akan merupakan kunci sukses dari apapun yang anda lakukan.
Untuk termotivasi, ketahui terlebih dahulu apa yang anda inginkan selanjutnya anda harus dapat meningkatkan energi keinginan itu dan siap untuk melakukan apa saja agar keinginan dapat tercapai.
Motivasi berkaitan erat dengan tercapainya sesuatu keinginan. Sering kita gagal mencapai apa yang kita lakukan, misalnya berhenti minum kopi, merokok dan lainnya karena motivasinya kurang.
Apakah hubungannya motivasi dengan emosi? Sangat erat hubungannya. Keduanya diperlukan untuk proses tercapainya suatu keinginan. Disiplin adalah hal yang perlu agar keinginan tercapai. Untuk tetap disiplin, motivasi yang tinggi akan sangat membantu.
Dalam kehidupan kita, kita sering meniatkan untuk melakukan pengembangan atau merubah kondisi yang kita miliki, tapi sering tidak dilakukan dan berhenti hanya sebagai niat saja. Kenapa berhenti? Itu terjadi karena kurangnya motivasi, antusiasme, keinginan, determinasi, kemauan dan disiplin.
Cobalah setelah membaca tulisan ini untuk benar-benar mengembangkan atau merubah kondisi yang tidak sesuai yang ada dalam diri anda, anda pasti bisa.
Motivasi akan menguatkan ambisi, meningkatkan inisiatif dan akan membantu dalam mengarahkan energi kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Dengan motivasi yang benar kita akan semakin mendekati keinginan kita.
Biasanya motivasi akan besar, bila orang tersebut mempunyai visi jelas dari apa yang diinginkan. Ia mempunyai gambaran mental yang jelas dari kondisi yang diinginkan dan mempunyai keinginan besar untuk mencapainya. Motivasilah yang akan membuat dirinya melangkah maju dan mengambil langkah selanjutnya untuk merealisasikan apa yang diinginkannya.
Lakukan apapun dalam pengembangan diri anda dengan motivasi, baik itu karir, hubungan, spiritual, pekerjaan, menulis, memasak, membeli rumah, mendapatkan pacar, mengajar anak atau apapun. Motivasi ini akan ada, bila ada visi yang jelas dari apa yang anda akan lakukan, mengetahui apa yang akan anda lakukan dan percaya akan kekuatan yang ada pada anda sendiri. Ia akan merupakan kunci sukses dari apapun yang anda lakukan.
Untuk termotivasi, ketahui terlebih dahulu apa yang anda inginkan selanjutnya anda harus dapat meningkatkan energi keinginan itu dan siap untuk melakukan apa saja agar keinginan dapat tercapai.
Motivasi berkaitan erat dengan tercapainya sesuatu keinginan. Sering kita gagal mencapai apa yang kita lakukan, misalnya berhenti minum kopi, merokok dan lainnya karena motivasinya kurang.
Apakah hubungannya motivasi dengan emosi? Sangat erat hubungannya. Keduanya diperlukan untuk proses tercapainya suatu keinginan. Disiplin adalah hal yang perlu agar keinginan tercapai. Untuk tetap disiplin, motivasi yang tinggi akan sangat membantu.
Dalam kehidupan kita, kita sering meniatkan untuk melakukan pengembangan atau merubah kondisi yang kita miliki, tapi sering tidak dilakukan dan berhenti hanya sebagai niat saja. Kenapa berhenti? Itu terjadi karena kurangnya motivasi, antusiasme, keinginan, determinasi, kemauan dan disiplin.
Cobalah setelah membaca tulisan ini untuk benar-benar mengembangkan atau merubah kondisi yang tidak sesuai yang ada dalam diri anda, anda pasti bisa.
v
Pandangan Motivasi dalam Organisasi
Motivasi seperti yang
telah disebutkan diatas, akan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi
dengan bawahannya, yang selanjutnya akan menentukan efektifitas manajer. Ada
dua factor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang, yaitu kemampuaan
individu dan pemahaman tentang perilaku untuk mencapai prestasi yang maksimal
disebut prestasi peranan. Dimana antara motivasi, kemampuan dan presepsi
peranan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi.
Sumber motivasi:
· Motivasi Internal yaitu motivasi dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran diri sendiri, tidak perlu adanya rangsangan dari luar. Orang yang memiliki motivasi internal, akan memandang dirinya secara positif. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa adanya motivasi dari luar dirinya dan bila ditinjau dari segi tujuan kegiatannya, orang tersebut ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri, misal karena ingin mendapatkan pengetahuan, bukan karena tujuan yang lain.
· Motivasi eksternal yaitu motivasi dari luar atau mendapatkan rangsangan dari luar. Sebagai contoh, motivasi seseorang timbul karena dari bacaan yang memotivasi, lingkungan, atau dari kehidupan keseharian. Sehingga bila ditinjau dari segi tujuannya orang tersebut tidak langsung terjun didalam apa yang dilakukannya. Hal ini sangat diperlukan bagi orang yang tidak memiliki motivasi internal.
Sumber motivasi:
· Motivasi Internal yaitu motivasi dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran diri sendiri, tidak perlu adanya rangsangan dari luar. Orang yang memiliki motivasi internal, akan memandang dirinya secara positif. Sebagai contoh, seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa adanya motivasi dari luar dirinya dan bila ditinjau dari segi tujuan kegiatannya, orang tersebut ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri, misal karena ingin mendapatkan pengetahuan, bukan karena tujuan yang lain.
· Motivasi eksternal yaitu motivasi dari luar atau mendapatkan rangsangan dari luar. Sebagai contoh, motivasi seseorang timbul karena dari bacaan yang memotivasi, lingkungan, atau dari kehidupan keseharian. Sehingga bila ditinjau dari segi tujuannya orang tersebut tidak langsung terjun didalam apa yang dilakukannya. Hal ini sangat diperlukan bagi orang yang tidak memiliki motivasi internal.
v Teori-teori
Motivasi
1. Teori Petunjuk ( prescriptive Theories ) yaitu
bagaimana cara memotivasi para karyawan yang didasarkan atas pengalaman
coba-coba.
2. Teori isi ( Content theories ) menanyakan apa penyebab
prilaku, macam teori ini yaitu
1. hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow,
2. Teori higienis
Frederick Herxberg dan
3. Teori prestasi
David McCleland.
3. Teori Proses ( Process Theories ) menjelaskan
bagaimana prilaku dimulai dan dilaksanakan termasuk dalam hal ini.
1. teori pengharapan,
2. teori pembentukan perilaku,
3. teori porter lawle
4. teori Keadilan
TEORI ISI (CONTENT THEORY)
A. Teori
isi terdiri dari 4 teori pendukung, yaitu :
1. Teori Hierarki
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
1. fisiologis
(physiological)
2. keselamatan atau
keamanan (safety and security)
3. rasa memiliki atau
social (belongingness and love)
4. penghargaan
(esteem)
5. aktualisasi diri
(self actualizatin).
Menurutnya kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu
urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat
hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan
lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu kebutuhan pada urutan
paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya
yang lebih tinggi menjadi aktif.
2. Teori ERG
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
1. Eksistence (E) atau
Eksistensi
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
2. Relatedness (R)
atau keterkaitan
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
3. Growth (G) atau
pertumbuhan
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa :
Pertama :
bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
• Frustration - Regression
• Satisfaction – Progression
Pertama :
bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan.
Kedua :
meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
• Frustration - Regression
• Satisfaction – Progression
3. Teori Tiga Motif
Sosial (D. McClelland)
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah:
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah:
1. Achievement Motive
(nAch): Motif untuk berprestasi
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi
cenderung untuk menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko
sangat tinggi. Situasi dengan resiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang
dicapai akan terasa kurang murni, karena sedikitnya tantangan. Sedangkan
situasi dengan risiko yang terlalu tinggi juga dihindari dengan memperhatikan
pertimbangan hasil yang dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya
mereka lebih suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan sukses
yang moderat, peluangya 50%-50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk
memonitor kemajuan dari hasil atau prestasi yang mereka capai.
2. Affiliation Motive
(nAff): Motif untuk bersahabat.
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat
sangat menginginkan hubungan yang harminis dengan orang lain dan sangat ingin
untuk merasa diterima oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan
diri dengan sistem norma dan nilai dari lingkungan mereka berada. Mereka akan
memilih pekerjaan yang meberikan hasil positif yang signifikan dalam hubungan
antar pribadi. Mereka kana sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan
sangat mengutamakan interaksi solsial. Mereka umumnya akan maksimal dalam
pelayanan terhadap konsumen dan interkasi dengan konsumen (customer service and
client interaction situations).
3. Power Motive (nPow)
: Motif untuk berkuasa
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
a. Personal
power
Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
b. Institutional power
Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Manajer dengan institutional power motive yang tinggi umumnya lebih efektif dari manajer dengan individual power motive yang besar. Power motif ini berhububgan erat dengan emotional maturity.
Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Manajer dengan institutional power motive yang tinggi umumnya lebih efektif dari manajer dengan individual power motive yang besar. Power motif ini berhububgan erat dengan emotional maturity.
4. Teori Dua Faktor
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia:
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia:
a. Kebutuhan
yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivator
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
b. Kebutuhan yang
berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
2.
Teori
Proses (Process Theory)
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
a. Equity Theory (S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
c. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
d. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
Sumber : http://26-dyash.blogspot.com/2010/12/teori-motivasi-isi-dan-proses.html
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
a. Equity Theory (S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
c. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
d. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
Sumber : http://26-dyash.blogspot.com/2010/12/teori-motivasi-isi-dan-proses.html
3.
Komunikasi
Ø PENGERTIAN
KOMUNIKASI
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara
etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus,
dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini
memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang
memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat
dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan
Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which
individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to
and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa
komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu
hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan
pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut
sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para
peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold
Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in
Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan
komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What
In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa
komunikasi meliputi limaunsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang
diajukan itu,yaitu:
1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui saluran/ channel/media
apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi
berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi
adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya
melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek
tertentu.
Ø PROSES KOMUNIKASI
Berangkat dari paradigma
Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua
tahap, yaitu:
1. Proses
komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara
primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang
sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan
pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain
sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau
perasaan komunikator kepada komunikan.
Seperti disinggung di
muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang
diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat
pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut,
pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan
disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran
dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan
dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode)
pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung
pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang
penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat
menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan
makna).
Wilbur Schramm (dalam
Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan
makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka
acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection
of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm
menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor
penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan
bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya,
bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman
komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai
contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang
mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan
lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang
juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut
dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak
akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara
si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan,
pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.
Contoh tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah
apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila
kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah
dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata
lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya
dari komunikan.
2. Proses
komunikasi sekunder
Proses komunikasi secara
sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama.
Seorang komunikator
menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan
sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.
Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah
media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara
sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media
massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat,
megapon, dsb.)
Ø Saluran Komunikasi
dalam Organisasi
Komunikasi
adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pun pendapat dari
setiap partisipan komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan
makna. Tindak komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam berbagai
konteks. Konteks komunikasi yang telah dibahas pada modul-modul
sebelumnya adalah komunikasi antarpribadi (interpersonal Communication) dan
komunikasi kelompok.Konteks komunikasi selanjutnya yang akan kita bahas adalah
komunikasi organisasi.
Tindak
komunikasi dalam suatu organisasi berkaitan dengan pemahaman mengenai peristiwa
komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti apakah instruksi pimpinan sudah
dilaksanakan dengan benar oleh karyawan atau pun bagaimana karyawan/bawahan
mencoba menyampaikan keluhan kepada atasan, memungkinkan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya
satu contoh sederhana untuk memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek
penting dalam suatu organisasi, baik organisasi yang mencari keuntungan ekonomi
maupun organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Pengertian komunikasi Organisasi
Sebelum
membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi
yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan
organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common”
dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha
untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang
lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap
kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah
kita seringkali mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Steward
L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan ada tiga model
dalam komunikasi:
1.
model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator
memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa
mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.
model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada
tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung
bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran
ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang
lain bertindak sebagai komunikan.
3.
model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami
dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan
ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang
tidak dapat dikomunikasikan.
Ø PERANAN
KOMUNIKASI INFORMAL
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun
sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan
melibatkan empat fungsi, yaitu :
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi
(information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik
dan tepat waktu. Informasi yang didapat
memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara
lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai
perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran
manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi
ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.
Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan,
jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada
dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
1.
atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu
mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk
memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi
kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya
perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian,
sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
1. keabsahan
pimpinan dalam penyampaikan perintah
2. kekuatan
pimpinan dalam memberi sanksi
3. kepercayaan
bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
4. tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
2.
Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif
pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan
kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh
untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak
akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan
ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada
memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh
karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan
sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua
saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut
(newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi
informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja,
pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas
ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri
karyawan terhadap organisasi.
44. Hambatan-hambatan
Komunikasi Efektif
Hambatan komunikasi
Di dalam komunikasi selalu
ada hambatan yang dapat mengganggu kelancaran jalannya proses komunikasi . Sehingga
informasi dan gagasan yang disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti
dengan jelas oleh penerima pesan atau receiver.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkankomunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :
1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan , agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkankomunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :
1. Status effect
Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.
2. Semantic Problems
Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.
3. Perceptual distorsion
Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.
4. Cultural Differences
Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan , agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6. Poor choice of communication channels
Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back
Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
Suatu ketika keluarga kecil yang memiliki anak berumur
lebih kurang tiga tahun pulang kampung mengunjungi orang tuanya. Betapa senang
hati si nenek karena mendapat kunjungan dari anak dan cucunya. Mereka
bermain dan bercengkrama bersama hingga sore hari. Merekapun bermaksud untuk
kembali pulang kerumah. Karena si nenek masih rindu dan ingin bermain dengan
cucunya, maka si nenek meminta agar si cucu tinggal dan tidur bersamanya.
Akhirnya karena si nenek mendesak dan si cucupun mau, maka jadilah si
cucu menginap di rumah nenek dan kedua orang tuanya pun pulang
Tengah malam, si cucu terbangun dari tidurnya ingin buang air kecil. Lalu dia membangunkan
neneknya. “Nek bangun nek, aku mau nyanyi”. (
rupanya si cucu sudah terbiasa dengan orang tuanya klo mau buang air bilang mau
nyanyi). Si nenekpun bangun dan berkata: “Cu, ini kan udah malam,
besok aja nyanyinya ya”. Lalu merekapun tidur lagi.
Tidak berapa lama, si cucupun terbangun karena sudah gak
tahan mau buang air kecil. “nek bangun nek, aku mau
nyanyi”, si cucu terus merengek kepada neneknya. Karena gak tahan
dengan rengekan cucunya maka si nenek berkata: “baiklah,
kamu nyanyinya di teliga nenek saja ya”. Kontan si cucupun
mengencingi telinga neneknya. Dan nenekpun terpaksa menahan marahnya. Rupanya
orang tua si cucu lupa memberitahukan kepada si nenek kalau si cucu mau buang
air dia akan bilang mau nyanyi.
Demikianlah sebuah anekdot yang berhubungan dengan
hambatan dalam beromunikasi. Banyak halyang bisa menghambat untuk terjadinya komunikasi
yang efektif. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F
dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa
hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Mendengar.
Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi
yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi.
Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan
dengan apa yang kita ketahui.
3. Menilai sumber.
Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi
tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4. Persepsi yang berbeda. Komunikasi
tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan
si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara
pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang berarti lain bagi orang yang
berbeda. Kita sering mendengar kata yang artinya tidak
sesuai dengan pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi,
mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa
berarti satu menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian.
6. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik
kita ketika berkomunikasi – tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan
aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi
porses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh emosi.
Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun
berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
8. Gangguan. Gangguan ini bisa
berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan
lain sebagainya.
Itulah beberapa hal yang dapat menghambat terjadinya
komunikasi yang efektif. dari anekdot tadi dapat kita lihat bahwa kata “nyanyi”
di artikan berbeda antara si nenek dengan si cucu. Nenek mengartikan kata
nyanyi dengan arti sebenarnya, sedangkan si cucu, -karena telah biasa
menggunakan kata nyanyi untuk buang air kecil-, mengartikan “nyanyi” sebagai
buang air kecil.
Semoga kita bisa meminimalisir hambatan-hambatan
tersebut, sehingga komunikasi yang efektif bisa terjadi.
Ø UPAYA MENINGKATKAN
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI
Manusia di dalam kehidupannya harus
berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau
masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa
sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan
sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering dipertemukan satu sama lainnya
dalam suatu wadah baik formal maupun informal. Organisasi adalah sebuah sistem
sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat melalui jenis, peringkat, bentuk dan
jumlah interaksi yang berlaku.
Proses dalam organisasi adalah salah satu
faktor penentu dalam mencapai organisasi yang efektif. Salah satu proses yang
akan selalu terjadi dalam organisasi adalah proses komunikasi. Melalui
organisasi terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman. Mengingat
perannya yang penting dalam menunjang kelancaran berorganisasi, maka perhatian
yang cukup perlu dicurahkan untuk mengelola komunikasi dalam organisasi. Proses
komunikasi yang begitu dinamik dapat menimbulkan berbagai masalah yang
mempengaruhi pencapaian sebuah organisasi terutama dengan timbulnya salah faham
dan konflik.
Komunikasi memelihara motivasi dengan
memberikan penjelasan kepada para pegawai tentang apa yang harus dilakukan,
seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar.
Aktivitas komunikasi di perkantoran
senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. Budaya komunikasi dalam
konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama
adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara pegawai yang
satu dengan pegawai yang lain. Sisi ketiga adalah antara pegawai kepada atasan.
Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing.
Di antara kedua belah pihak harus ada
two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik,
untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai
cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu
organisasi.
Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan
koordinasi antara berbagai subsistem dalam perkantoran. MenurutKohler ada dua
model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan
perkantoran ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang
berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem) perkantoran. Kedua,
komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara
berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar penyesuaian
di antara sub-sub sistem dalam perkantoran, maupun antara perkantoran dengan
mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut
mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar