Hambatan-hambatan dalam Berkomunikasi
Suatu ketika keluarga
kecil yang memiliki anak berumur lebih kurang tiga tahun pulang kampung
mengunjungi orang tuanya. Betapa senang hati si nenek karena mendapat kunjungan
dari anak dan cucunya. Mereka bermain dan bercengkrama bersama hingga sore
hari. Merekapun bermaksud untuk kembali pulang kerumah. Karena si nenek masih
rindu dan ingin bermain dengan cucunya, maka si nenek meminta agar si cucu
tinggal dan tidur bersamanya. Akhirnya karena si nenek mendesak dan si cucupun
mau, maka jadilah si cucu menginap di rumah nenek dan kedua orang tuanya
pun pulang
Tengah malam, si cucu terbangun dari tidurnya ingin
buang air kecil. Lalu dia membangunkan neneknya. “Nek bangun nek, aku mau
nyanyi”. ( rupanya si cucu sudah terbiasa dengan orang tuanya klo
mau buang air bilang mau nyanyi). Si nenekpun bangun dan berkata: “Cu, ini kan udah malam, besok aja nyanyinya
ya”. Lalu merekapun tidur lagi.
Tidak berapa lama, si cucupun terbangun karena
sudah gak tahan mau buang air kecil.“nek bangun nek, aku mau nyanyi”,
si cucu terus merengek kepada neneknya. Karena gak tahan dengan rengekan
cucunya maka si nenek berkata: “baiklah,
kamu nyanyinya di teliga nenek saja ya”. Kontan si cucupun
mengencingi telinga neneknya. Dan nenekpun terpaksa menahan marahnya. Rupanya
orang tua si cucu lupa memberitahukan kepada si nenek kalau si cucu mau buang
air dia akan bilang mau nyanyi.
Demikianlah sebuah
anekdot yang berhubungan dengan hambatan dalam beromunikasi. Banyak hal yang
bisa menghambat untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Menurut Leonard R.S.
dan George Strauss dalam Stoner james, A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang
dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang
efektif, yaitu :
1.
Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang
ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun
tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita,
itulah yang ingin kita dengar.
2.
Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
3.
Menilai sumber. Kita cenderung
menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan
informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4.
Persepsi yang berbeda. Komunikasi tidak akan
berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima
pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim
dan penerima pesan.
5.
Kata yang berarti lain bagi orang yang berbeda. Kita sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai dengan
pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai arti
yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu
menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian.
6.
Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi – tidak melihat
kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang
berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung.
7.
Pengaruh emosi. Pada keadaan marah,
seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau informasi
yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
8.
Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara
yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa hal
yang dapat menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. dari anekdot tadi
dapat kita lihat bahwa kata “nyanyi” di artikan berbeda antara si nenek dengan
si cucu. Nenek mengartikan kata nyanyi dengan arti sebenarnya, sedangkan
si cucu, -karena telah biasa menggunakan kata nyanyi untuk buang air kecil-,
mengartikan “nyanyi” sebagai buang air kecil.
Semoga kita bisa
meminimalisir hambatan-hambatan tersebut, sehingga komunikasi yang efektif bisa
terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar